Kamis, 05 Maret 2015

Mengenal Kiai Sadrach Yang Murtad dan Seorang Misionaris


Kiai Sadrach (lahir tahun 1835 – meninggal di Purworejo, 14 November 1924) adalah salah seorang yang menjadi penyebar agama Kristen di tanah Jawa. Ia dilahirkan sekitar tahun 1835, di daerah Karesidenan Jepara. Sumber lain ada yang mengatakan di lahir di karesidenan Demak.

Mengenal Kristen
Nama kelahirannya adalah Radin, dan saat dia berguru di pesantren daerah Jombang namanya bertambah menjadi Radin Abas. Akan tetapi, setelah belajar di Jombang ia pun hijrah ke Semarang dan bertemu dengan seorang penginjil yang bernama Hoezoo dan kemudian Radin Abas pun ikut kelas Katekisasi yang diajar oleh Hoezoo tersebut.
Di dalam proses Kelas Katekisasi tersebut, ia berkenalan dengan seseorang yang sudah sepuh (tua) bernama Kiai Ibrahim Tunggul Wulung yang asalnya sedaerah dengan Radin, yaitu dari daerah Bondo, Karesidenan Jepara. Semenjak perkenalan tersebut, Radin menyatakan kehendaknya menjadi murid Tunggul Wulung.

Dibaptis
Setelah menjadi murid Tunggul Wulung, mereka berdua pun sempat bepergian ke Batavia. Di Batavia inilah Radin dibaptis pada tanggal 14 April 1867 dan menjadi anggota gereja Zion Batavia yang beraliran Hervormd. Saat dibaptis beliau berusia 26 tahun dan memiliki nama baptisan Sadrach. Semenjak saat itu beliau tidak lagi dipanggil Radin Abas, akan tetapi Sadrach Radin yang lambat laun hanya dipanggil Sadrach saja. Sejak saat dibaptis itulah dia bertugas untuk menyebarkan brosur dan buku-buku tentang agama Kristen, dari rumah ke rumah di seputar Batavia.
Setelah dibaptis dan menyebarkan brosur-brosur kekristenan, Sadrach pun kembali ke Semarang. Di sana Kiai Tunggul Wulung telah mendirikan beberapa desa Kristen, yaitu Banyuwoto, Tegalombo, dan yang paling terkenal adalah desa Bondo di Utara Jepara.
Setelah sempat menjadi pemimpin jemaah Bondo, karena Tunggul Wulung berkeliling untuk menarik orang-orang untuk tinggal di Bondo. Setelah Tunggul Wulung kembali ke Bondo, Sadrach pun keluar dari Bondo dan keliling menuju Kediri saat berusia 35 tahun dan pergi ke Purworejo.
Di Purworejo-lah Sadrach diangkat anak oleh Pendeta Stevens-Philips. Sadrach tinggal di Purworejo pada tahun 1869 selama setahun dan pindah ke Karangjasa sekitar 25 kilometer sebelah Selatan Purworejo.
Keputusan Sadrach untuk meninggalkan Steven-Philips merupakan keputusan khas dari kiai-kiai Jawa pada saat itu, yaitu motif kepercayaan diri dan semangat untuk mandiri dan merdeka. Untuk itu pun, Sadrach lebih bebas berkarya tanpa di bawah pengawasan Philips lagi.
Kiai Ibrahim yang tinggal di Sruwoh, desa tetangga, adalah orang pertama yang dikristenkan oleh Sadrach dengan metode debat umum. Orang kedua yang dikristenkan adalah Kiai Kasanmetaram yang terkenal pada zaman itu. Metode yang dipergunakan oleh Sadrach adalah debat yang berlangsung hingga beberapa hari lamanya.
Semenjak itu kiai-kiai yang berdebat dan akhirnya tidak lagi ikut katekisasi dengan Steven-Philips, akan tetapi menerima ajaran katekisasi dari Sadrach. Namun demikian hubungan Sadrach dengan Stevens-Philips tetap berlanjut. Sadrach menganggap Philips sebagai pelidungnya secara formal yang menjembatani dengan para penguasa Belanda. Semua murid Sadrach dibaptis oleh Pendeta dari Pekabar Injil Belanda.

Ditangkap Belanda
Sadrach menjadi guru yang sangat berpengaruh, karena kemampuannya tidak hanya berdebat umum, akan tetapi juga di dalam menguasai roh-roh kekuatan gelap. Akan tetapi Sadrach sempat ditangkap dan dipenjara oleh Pemerintah Belanda karena dianggap sebagai ancaman politik yang potensial karena memiliki pengaruh yang kuat di kalangan pribumi.
Namun demikian Sadrach dibebaskan setelah dipenjara selama hampir 3 bulan, oleh karena Pemerinta Belanda tidak dapat menemukan bukti yang cukup kuat. Setelah keluar penjara, ia kembali dapat bekerja tanpa rintangan. Di dalam metode berikutnya, Sadrach lebih memilih menggunakan simbol. Sadrach tertarik menggunakan simbol yang merupakan aspek yang penting di dalam kebudayaan Jawa. Simbol yang dipilihnya adalah sapu, yang dibagikannya kepada 80 kelompok jemaat setempat. Ia memberikan sapu dengan pesan bahwa jemaat harus bersatu dan kuat, terikat satu sama lain bagaikan sapu yang diibaratkan sebagai Yesus.

Meninggal Dunia
Pada tanggal 14 November 1924 di dalam usianya yang mendekati 90 tahun, tokoh besar Radin Abas Sadrach Supranata meninggal dunia. Beliau meninggal dunia di dalam tidurnya dengan tenang. Saat pemakamannya hadir kerabat-kerabatnya seperti Bupati Kutoarjo dan Kulon Progo. Sehingga tampak jelas bahwa Sadrach telah dikenal luas pada zaman itu.

Berkaca dari Kiai Sadrach
Para misionaris dan orientalis berupaya memisahkan identitas Islam dari Jawa untuk melancarkan misi kristenisasi
Islam pada abad XIX menjadi inspirasi utama perlawanan rakyat Indonesia terhadap pemerintah kolonial Belanda. Baik yang berskala besar seperti Perang Diponegoro, Perang Padri, Perang Aceh sampai perlawanan yang berskala kecil dalam pemberontakan petani di Cilegon. Kejadian ini menyebabkan Belanda mengubah gaya politik kolonialnya, dengan melakukan politik etis yang meliputi educatie, emigratie dan irrigatie (pendidikan, perpindahan dan pengairan).
Kerstening politiek (politik pengkristenan) merupakan bagian tidak terpisahkan dari politik etis. Sehingga kaum etisi mendapat sokongan penuh dari partai-partai agama di Belanda. Pengkristenan Nusantara tetap merupakan panggilan rakyat Kristen Eropa (Belanda). 

Kisah Sadrach Yang Gagal
Setidaknya, ada dua macam penetrasi Kristen ke dalam masyarakat Jawa, yakni penerjemahan Alkitab dan pemakaian kebudayaan Jawa. Penerjemahan pertama kali dilakukan oleh Johannes Emde pada 1811. Sedangkan yang mempelopori pemakaian budaya Jawa dalam penginjilan adalah Coenraad Laurens Colen. Konsep Colen inilah yang kemudian berkembang dan disebut inkulturasi. Nama-nama seperti Paulus Tosari, Matius Niep, Kiai Sadrach, Ngibrahim Tunggul 

Wulung Adalah Buah Dari Inkulturasi Dalam Penginjilan.
Dari deretan nama tadi, Kiai Sadrach merupakan sosok yang paling populer. Ia seorang guru ngelmu (pinisepuh). Dalam mengenalkan kristen kepada masyarakat, Sadrach menyebut gerejanya dengan masjid. Dan memang gereja itu gaya bangunannya mirip masjid pada umumnya. Sebelum upacara peribadatan dimulai, sebuah bedhug dipukul dan diakhiri dengan ritual slametan.
Bagi Kiai Sadrach, Bible adalah norma hidup yang mirip dengan pitutur (nasehat) dan wewaler (larangan, pantangan) orang Jawa dan syariat dalam pandangan Islam. Sadrach bukan fenomena tunggal, sebab di Jawa Timur juga ada Ngibrahim Tunggul Wulung, yang memaknai kekristenannya menyerupai Muslim dan akhirnya dikafirkan oleh para pendeta
Calvinis Yang Membaptisnya.
Kegagalan Kristen versi Sadrach dan Tunggul Wulung yang dianggap berkepercayaan ganda, separo kristen dan separo Islam, disebabkan integrasi yang sangat kaut pandangan metafisika Islam ke dalam masyarakat Jawa. Selain itu, menjadi kristen saat itu, bagi orang Jawa adalah aib terbesar dalam hidup. Di masyarakat, ia akan menyandang gelar wong jawa ilang jawane (orang jawa hilang jawanya), atau jawa wurung landa durung (hilang jawanya, tapi Belanda juga belum). Karena itu, apa yang dilakukan Sadrach maupun Ngabdullah Tunggul Wulung, bisa jadi untuk menghindari resistensi sosial masyarakat sekitar.

Inkulturasi dan Kudeta Kebudayaan
Sepertinya, Van Lith, misionaris Katolik ordo Yesuit, belajar dari kasus Sadrach. Setelah korespondensi panjang dengan Sadrach, dan pengamatan mendalam di lapangan, Van Lith mengubah pola penginjilannya. Dari individu menjadi penginjilan kolektif dalam bentuk sekolah. Dengan mendidik anak-anak Jawa sejak kecil, diharapkan akan menghasilkan kekatolikan/kekristenan yang murni. Seiring dicanangkannya politik etis di bidang educatie (pendidikan) di kalangan pribumi, Van Lith lalu mendirikan sekolah calon guru.
Dalam mencari murid yang berkualitas, Van Lith aktif melakukan kunjungan kepada para bangsawan kraton dan priyayi, agar menyekolahkan anaknya di Kolese Xaverius (sekolah yang didirikan Van Lith itu). Semua murid yang masuk awalnya adalah Muslim, lalu menjadi Katolik ketika lulus. Tidak cukup menjadi guru, beberapa murid Kolese Xaverius melanjutkan pendidikannya ke jenjang imamat. Sehingga bila dilihat dari banyaknya jumlah imam pribumi yang dihasilkan, menurut Steenbrink, usaha Van Lith ini paling sukses di dunia untuk kegiatan serupa.
Dalam Kolese Xaverius, identitas kejawaan sangat ditekankan, sedangkan segala hal yang berbau Islam dihilangkan. Bahasa Melayu, yang dianggap identik dengan Islam tidak diajarkan, cukup dua bahasa: bahasa Jawa dan bahasa Belanda. Dengan demikian diharapkan proses integrasi kekatolikan dan kejawaan dapat berjalan sempurna. Van Lith juga mendidik para muridnya untuk serius mengkaji budaya Jawa. Hasil kajian dari para muridnya itu diterbitkan dalam jurnal St Claverbond, yang diterbitkan di Belanda.
Satu karya tulis dari pastur Jesuit yang dianggap mampu menangkap inti dari kebudayaan Jawa adalah disertasi dari Petrus Joshepus Zoetmulder yang terbit pada 1935. Dalam disertasinya yang berjudul Pantheisme en Monisme In de Javaansche Soeloek-Litteratuur, Zoetmulder dianggap mampu mengungkap inti pandangan ketuhanan masyarakat Jawa, melalui telaahnya terhadap Serat Centhini dan pelbagai karya sastra suluk Jawa. Menurut Dick Hartoko, meskipun penelitian ilmiah (mengenai kebudayaan Jawa) tidak pernah berhenti, tetapi itu tidak menggoyahkan patokan-patokan yang ditancapkan oleh Dr. Zoetmulder setengah abad yang lalu.
Dalam pandangan Zoetmoelder, doktrin manunggaling kawula gusti sama sekali tidak terkait dengan konsep wihdatul wujud yang menjadi diskursus kontroversial kalangan ahli tasawuf Islam. Menurutnya, manunggaling kawula gusti dalam budaya Jawa adalah suatu bentuk pandangan monistis yang berasal dari ajaran Atman Hindu. Bahkan pada karya sastra yang eksplisit, corak ke Islamannya pun akan dianggap sebagai Islam yang telah terpengaruh alam religius India maupun lewat alam religius Hindu Jawa.

Tetap Berlangsung Hingga Kini
Inkulturasi, pada perkembangannya tidak hanya untuk kalangan internal, tapi juga untuk membentuk konsep tentang Jawa. Sehingga dapat dilihat, saat ini pandangan Zoetmulder menjadi mainstream dalam banyak penelitian mengenai agama Jawa atau kebudayaan Jawa. Beberapa buku tentang Jawa pada periode berikutnya, masih mengacu pada kerangka berpikir Zoetmulder, bahkan lebih menspesifikkan lagi tentang apa yang disebut sebagai agama Jawa. Dan keseriusan ini terbukti mampu menghasilkan nama-nama besar yang dalam berbagai sisi kebudayaan Jawa, seperti Bagong Kusudiharjo di bidang tari Jawa, SH Mintarja dengan novelnya, Api di Bukit Menoreh, YB Mangunwijaya di bidang arsitektur dan pemberdayaan masyarakat. Dikalangan antropolog ada nama Niels Mulder, penulis buku Mistisisme Jawa; Frans Magnis Suseno, Etika Jawa, Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Juga ada Sindhunata, Anak Bajang Menggiring Angin. Di tingkat nasional kita mengenal Prof. Drijarkara, yang terkenal dengan konsep ’Indonesia bukan negara agama tapi juga bukan negara sekular,’ WJS Poerwadarminto dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Karena itu, jika wajah sinkretik menjadi wajah utama Muslim Jawa, Walisanga ”tertutupi” Syekh Siti Jenar dan munculnya anggapan bahwa aqidah kejawen Manunggaling Kawulo Gusti versi kebatinan dianggap sebagai wakil resmi Muslim Jawa, tidak lain dan tidak bukan adalah buah dari gerakan jangka panjang orientalisme dan misionarisme di Jawa. Setidaknya, bila masyarakat tidak berhasil terkristenkan, paling tidak mereka akan jauh dari agamanya, sebuah wasiat suci Samuel Zwemmer untuk para penginjil.
Ibrah dari Pembantaian 6000 Ulama & Pemurtadan Kyai Sadrach
Ketika zaman penjajahan Belanda yang beragama Kristen, umat Islam di negeri ini pernah mengalami masa yang amat kelam. Masa di mana ribuan ulama pernah dibantai oleh seorang raja zhalim yang telah diperalat penjajah Kristen Belanda.
Dalam kuliah umum Majelis Ilmi Ar Royan dengan tema “Sejarah Kristenisasi di Indonesia dan Modus Penyebarannya” pada Ahad pagi (8/1/2012), ustadz Hartono Ahmad Jaiz salah satu pembicara acara tersebut menuturkan selain menjadi sasaran penindasan penjajah Kristen Belanda umat Islam juga diperalat menjadi pelakunya. Hal ini bisa dilihat dalam sejarah –sayangnya sejarah ini berusaha ditutupi- di mana Raja Amangkurat I adalah orang yang paling bertanggung jawab atas  pembantaian kurang lebih 5000 sampai 6000 ulama yang dikumpulkan di seluruh tanah Jawa.
“Pembantaian terhadap umat Islam kadang bukan hanya menimpa umat secara umum, namun justru inti umat yang dibantai, yaitu para ulama. Pembantaian yang diarahkan kepada ulama itu di antaranya oleh Amangkurat I, penerus Sultan Agung, raja Mataram Islam di Jawa, tahun 1646,” ungkapnya di hadapan ratusan jama’ah yang hadir.
Mengutip tulisan dalam buku “Penyebaran dan Perkembangan Islam- Katolik- Protestan di Indonesia” yang ditulis Sjamsudduha, ustadz Hartono menambahkan; “Penyebaran Islam menjadi benar-benar terhambat dan sekaligus merupakan sejarah paling hitam tatkala Amangkurat I mengumpulkan 5000 sampai 6000 orang ulama seluruh Jawa dan membunuhnya seluruhnya secara serentak,” imbuhnya.
Ironisnya sejarah kelam ini justru ditutup-tutupi oleh penulis sejarah dari kalangan Islam sendiri, tentu saja menurut ustadz Hartono usaha menutup-nutupi sejarah ini menjadi praktik pembodohan yang dilakukan umat Islam sendiri.  
Selain modus pembantaian oleh Raja yang telah diperalat, untuk melancarkan Kristenisasi penjajah Belanda juga menggunakan orang-orang yang menjadi figur ditengah masyarakat yang berlabel “Kyai.”
Seolah meniru taktik penjajah Kristen Belanda saat ini begitu banyak Kyai liberal diciptakan untuk mendukung dan memudahkan aksi kristenisasi.
Ustadz Hartono bercerita tentang seorang Kyai murtad asal Jepara dan menjadi misionaris di tanah Jawa yang bernama Kyai Sadrach.
“kalau sekarang ada orang-orang yang membela pemurtadan, maka bukan hanya sekarang, di zaman Belanda sudah ada. Kyai Sadrach Bagi sebagian masyarakat yang terlanjur mempersepsikan sebutan kyai dengan ulama agama Islam, boleh jadi akan kecele. Sebab, kyai yang satu ini adalah murtadin (orang murtad bahkan penginjil, keluar dari Islam) yang aktif menyebarkan agama Kristen sembari membiarkan tradisi Jawa larut dalam ajaran Kristen. Diperkirakan, ia lahir di Jepara pada tahun 1835, dan meninggal dunia pada 14 November 1924 dalam usia 89 tahun,” jelas pemimpin redaksi nahimunkar.com ini.
Kyai Sadrach bernama asli Radin, berasal dari keluarga miskin dan bahkan pernah menjadi pengemis, usai menimba ilmu dari sebuah Ponpes di Jombang Jawa Timur, ia berkelana sampai akhirnya bertemu seorang penginjil bernama Hoezoo dan murtad.
Di Semarang ternyata Radin bertemu dengan seorang Kyai sepuh bernama Tunggul Wulung yang lebih dulu murtad dan Radin pun menjadi muridnya.
Radin dibawa ke Batavia oleh Kyai Ibrahim Tunggul Wulung, dibaptis dengan nama Sadrach pada tanggal 14 April 1867, ketika usianya menginjak angka 32 tahun. Sejak saat itu, Radin alias Sadrach menjadi anggota gereja Zion Batavia yang beraliran Hervormd. Tugas pertamanya, menyebarkan brosur dan buku-buku tentang agama Kristen dari rumah ke rumah di seputar Batavia.
Meski sudah Kristen Sadrach tetap menyematkan label Kyai dan tentu ini bukan tanpa sebab, ia semakin giat melakukan kristenisasi hingga berhasil memurtadkan banyak orang dan memurtadkan para Kyai lainnya yaitu Kyai Ibrahim yang tinggal di Sruwoh, tak jauh dari Karangjasa, dan Kyai Kasanmetaram.
Lebih lanjut ustadz Hartono menceritakan Sadrach menjadi anak angkat Pendeta Stevens Philips dan giat melakukan kristenisasi dengan mencampurkan budaya Jawa termasuk kejawen di dalamnya sehingga ia mendapat banyak pengikut. Namun demikian para misionaris asal Belanda justru melihat Sadrach yang sangat berpengaruh di kalangan pribumi ini dianggap ambisius, gila hormat, mencampur adukkan sinkretisme dengan Kristen hingga ancaman potensial untuk memberontak pada Belanda. Bahkan misionaris Belanda pernah menyatakan pemisahan diri dari jemaat Sadrach. Sadrach pun pernah dipenjara oleh Belanda meski akhirnya dibebaskan.
Begitulah nasib Kyai murtad yang kemudian bernama lengkap Radin Abas Sadrach Supranata. Meski sudah murtad dan aktif mengkristenkan kalangan pribumi, ia tetap dipandang sebagai orang Jawa yang kedudukannya lebih rendah dari orang Belanda.
Menurut ustadz Hartono inilah ‘ibrah yang harus diambil, bahwa orang-orang yang menyengsarakan Islam di dunia ini, selain umat sudah tidak percaya, pihak sponsor pun belum tentu percaya bahkan tidak dianggap, sehingga mereka pada akhirnya mendapat celaka di dunia dan adzab yang besar di akhirat. 

Sumber : www.wikipedia.org, www.majalah.hidayatullah.com, www.voa-islam.com

Snouck Hurgronje; Bapak Orientalis Imperialis



Nama lengkapnya adalah Christiaan Snouck Hurgronje; seorang orientalis Belanda terkenal dan ahli politik imperialis. Lahir pada 8 Februari 1857 di Oosterhout dan meninggal pada 26 Juni 1936 di Leiden. Ia merupakan anak keempat pendeta J.J. Snouck Hurgronje dan Anna Maria, putri pendeta Christiaan de Visser. Perkawinan kedua orang tuanya didahului oleh skandal hubungan gelap sehingga mereka dipecat dari gereja Hervormd di Tholen (Zeeland) pada 3 Mei 1849.
Seperti ayah, kakek, dan kakek buyutnya yang betah menjadi pendeta Protestan, Snouck sempat bercita-cita ingin menjadi seorang pendeta. Oleh karena itu, pada 1874 ia memasuki Fakultas Teologi di Universitas Leiden. Setelah lulus sarjana muda pada 1878, Snouck melanjutkan ke Fakultas Sastra Jurusan Sastra Arab di Universitas yang sama. Ia berhasil meraih gelar doktor dalam bidang Sastra Semit pada 1880 dengan disertasi berjudul Het Mekkansche Feest (Perayaan Mekah). Beberapa orientalis terkenal menjadi guru dan sahabat Snouck serta sangat mempengaruhi pandangannya tentang Islam dan politik imperialis. Mereka antara lain adalah Abraham Kuenen, C.P. Tieles, L.W.E. Rauwenhoff, M.J. de Goeje, Ignaz Goldziher, Theodor Nöldeke, dan R.P.A. Dozi.
Untuk memperdalam pengetahuan tentang Islam dan bahasa Arab, pada 1884 Snouck pergi ke Mekah. Di hadapan para ulama, ia menyatakan masuk Islam dan memakai nama Abdul Ghaffar. Ia mengadakan hubungan langsung dengan para pelajar dan ulama yang berasal dari Hindia Belanda. Pengetahuannya tentang Islam memang cukup luas. Ia sangat menguasai bahasa Arab, bahkan juga hapal Al-Qur’an. Kelak ketika bertugas di Hindia Belanda, banyak pribumi muslim memberinya gelar Syaikhul Islam Tanah Jawi karena terkagum dengan ilmunya dan menyangkanya benar-benar sebagai muslim. Padahal, menurut P. Sj. Van Koningsveld, keislaman Snouck Hurgronje hanyalah tipu muslihat.
Karena sering menghadapi perlawanan jihad dari umat Islam, pemerintah kolonial Hindia Belanda pada 1889 mendatangkan Snouck Hurgronje ke Indonesia. Mereka mengangkatnya sebagai penasihat untuk urusan-urusan Arab dan pribumi. Tugasnya adalah melakukan penyelidikan mengenai hakikat agama Islam di Indonesia dan memberikan nasihat kepada pemerintah mengenai urusan-urusan agama Islam.

Deislamisasi dan Imperialisme
Sesuai dengan tugasnya, Snouck merumuskan kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam menangani masalah Islam. Ia membedakan Islam dalam arti “ibadah” dengan Islam sebagai “kekuatan sosial politik”. Ia membagi masalah Islam atas tiga kategori.
Pertama, dalam semua masalah ritual keagamaan atau aspek ibadah, rakyat Indonesia harus dibiarkan bebas menjalankannya. Snouck menyatakan bahwa pemerintah Belanda yang ”kafir” masih dapat memerintah Indonesia sejauh mereka dapat memberikan perlakuan yang adil dan sama-rasa sama-rata, bebas dari ancaman dan despotisme.
Kedua, sehubungan dengan lembaga-lembaga sosial Islam atau aspek muamalat, seperti perkawinan, warisan, wakaf, dan hubungan-hubungan sosial lain, pemerintah harus berupaya mempertahankan dan menghormati keberadaannya.
Ketiga, dalam masalah-masalah politik, Snouck menasihati pemerintah untuk tidak menoleransi kegiatan apa pun yang dilakukan kaum Muslim yang dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-Islamisme atau menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata menentang pemerintah kolonial Belanda. Dalam hal ini, Snouck menekankan pentingnya politik asosiasi kaum Muslim dengan peradaban Barat. Cita-cita seperti ini mengandung maksud untuk mengikat jajahan itu lebih erat kepada penjajah dengan menyediakan bagi penduduk jajahan itu manfaat-manfaat yang terkandung dalam kebudayaan pihak penjajah dengan menghormati sepenuhnya kebudayaan asal (penduduk).
Agar asosiasi ini berjalan dengan baik dan tujuannya tercapai, pendidikan model Barat harus dibuat terbuka bagi rakyat pribumi. Sebab, hanya dengan penetrasi pendidikan model Baratlah pengaruh Islam di Indonesia bisa disingkirkan atau setidaknya dikurangi. Dalam bukunya, Nederland en de Islam, Snouck menyatakan, “Opvoeding en onderwijs zijn in staat de Moslims van het Islamstelsel te emancipeeren”. Artinya, “Pendidikan dan pelajaran dapat melepaskan kaum Muslim dari genggaman Islam.” (hlm. 79)

Melalui pendidikan itu, pemikiran Snouck tentang Islam disebarkan. Seperti gurunya, Ignaz Goldziher, Snouck mengingkari turunnya wahyu kepada Rasulullah Muhammad SAW. Ia bahkan menuduh Al-Qur’an sebagai hasil saduran Muhammad dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. (Mohammedanism, hlm. 30-31) Snouck juga melecehkan syariat Islam. Ia menyatakan dalam Nederland en de Islam (hlm. 61) bahwa syariat Islam hanya cocok untuk peradaban abad pertengahan; bukan untuk abad modern. Oleh karena itu, poligami, mempermudah ikatan pernikahan, dan sikap tunduk wanita pada hegemoni laki-laki –misalnya– menghalangi tercapainya kemajuan keluarga yang normal.
Menurut ulama dan sejarawan Indonesia, Abdullah bin Nuh, pemikiran seperti itu sengaja disebarkan untuk menjauhkan pribumi Indonesia yang mengenyam pendidikan Barat dari agama Islam dan syariatnya, sesuai politik imperialis dan tujuan misi Kristen di Indonesia. (Darsun min Hayâh Mustasyriq, hlm. 29). Oleh karena itu, dari sekolah-sekolah Barat yang didirikan pemerintah Hindia Belanda pada masa politik etis muncullah golongan nasionalis sekuler. Mereka sering melecehkan Islam meskipun mengaku sebagai muslim.

Dari Asosiasi Hingga Kristenisasi
Politik asosiasi yang direkomendasikan Snouck Hurgronje dalam kenyataan bertemu dengan politik Kristenisasi. Para misionaris Kristen berpendapat bahwa apabila asosiasi dapat dipenuhi, mereka dapat berusaha agar bisa lebih diterima oleh penduduk. Sebaliknya, pertukaran agama penduduk menjadi Kristen akan menguntungkan negeri Belanda. Sebab setelah masuk Kristen, mereka akan menjadi warga negara yang loyal lahir batin kepada pemerintahan Belanda. (Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, hlm. 26-27)
Snouck menggalakkan pembukaan sekolah-sekolah misi dengan harapan agar penganut Islam secara berangsur beralih ke agama Kristen. Cara demikian ditempuh karena ratusan ribu penduduk merindukan pendidikan, tetapi mereka tidak menyukai pendidikan Kristen untuk anak-anak mereka. Aktivitas mereka pun didasarkan pada politik asosiasi karena ia berpendapat bahwa penyebaran sekolah-sekolah berpola Eropa merupakan satu-satunya sarana untuk mewujudkan impian, sekali pun hal itu dilakukan melalui sekolah-sekolah misi. (Kumpulan Karangan Snouck Hurgronje, Jilid X, hlm. 165-166)
Kepada para zendeling dan misionaris, Snouck mengingatkan bahwa Kristenisasi pribumi tetap harus dalam kerangka politik asosiasi. Snouck mengatakan, “Mereka yang percaya pada Kristenisasi umat Islam pribumi (telah saya katakan mengapa saya tidak ikut berharap) paling tidak harus melihat dalam penyatuan bangsa dan politik para kawula Belanda sebagai langkah pertama menuju ke sana. Oleh karena itu, mereka harus bekerja keras untuk menunjangnya. Memang seperti halnya orang Belanda mana pun, dari sekte dan kelas mana pun, misionaris lebih diterima oleh rekan setanah air kita di Timur, yang berperadaban kita, daripada oleh kawula pribumi yang berasal dari rezim yang lama, yang mudah-mudahan segera lenyap.” (Nederland en de Islam, hlm. 94)
Snouck memang telah meninggal pada 1936. Namun, semangat dan pemikirannya meninggalkan pengaruh besar di Indonesia. Ia telah memperlebar akses sekulerisasi dan Kristenisasi. Hingga kini, kedua hal ini menjadi tantangan dakwah terbesar umat Islam Indonesia. Wallahu a‘lam.[mzf]

Penulis: Muhammad Isa Anshori
Peneliti pada Pusat Studi Peradaban Islam (PSPI)[Muslimdaily]

Sir Joseph Wilson Swan




Sir Joseph Wilson Swan (31 Oktober 1828 - 27 Mei 1914) adalah seorang fisikawan Inggris dan kimia. Ia paling terkenal untuk menciptakan sebuah bola lampu pijar sebelum penemuan yang oleh Amerika Thomas Edison.
Swan pertama menunjukkan lampu di sebuah ceramah di Newcastle upon Tyne pada tanggal 18 Desember 1878, tetapi ia tidak menerima paten sampai 27 November 1880 (paten No 4933) setelah perbaikan lampu aslinya. Rumahnya (di Gateshead, Inggris) adalah yang pertama di dunia diterangi bola lampu, dan pertama di dunia listrik penerangan cahaya dalam gedung umum adalah untuk kuliah Swan menyerah pada tahun 1880. Pada tahun 1881, Teater Savoy di Kota Westminster, London diterangi oleh bola lampu pijar Swan, teater pertama dan bangunan publik pertama di dunia yang akan diterangi seluruhnya oleh listrik.
Pada 1904 Swan dianugerahi gelar oleh Raja Edward VII, dianugerahi Medali Hughes Royal Society, dan membuat anggota kehormatan dari Masyarakat Farmasi. Dia sudah menerima dekorasi tertinggi di Perancis, Legio d'honneur, ketika ia mengunjungi sebuah pameran internasional di Paris pada 1881. Pameran ini termasuk pameran dari penemuannya, dan kota itu diterangi dengan lampu listrik, berkat penemuan Swan. 

Awal Kehidupan
Joseph Wilson Swan lahir pada tahun 1828 di Aula Pallion di Bishopwearmouth (sekarang bagian dari Sunderland, Tyne and Wear). Orang tuanya adalah John Swan dan Isabella Cameron. Ia menjabat magang di bawah apoteker di sana. Dia kemudian menjadi mitra dalam Mawson, sebuah perusahaan manufaktur kimia di Newcastle upon Tyne. Perusahaan ini ada sebagai Mawson, Swan dan Morgan sampai 1973, sebelumnya terletak di Grey Street di Newcastle upon Tyne dekat Monumen Grey. Tempat sekarang dimiliki oleh ritel fashion Swedia H & M dan dapat diidentifikasi dengan garis bergaya Victoria listrik lampu jalan di depan toko di Grey Street. Swan tinggal di Underhill, sebuah rumah besar di Kells Lane Utara, Rendah Fell, Gateshead, di mana ia melakukan sebagian besar eksperimen di Konservatorium besar. Rumah itu kemudian diubah menjadi biaya pribadi membayar, hibah dibantu co-pendidikan tata bahasa sekolah bernama Beaconsfield Sekolah. Di sini., siswa masih bisa menemukan contoh fitting asli Swan listrik .

Listrik Cahaya
Karbon lampu filamen (E27 soket, 220 volt, kira-kira 30 watt, sisi kiri:. Berjalan dengan 100 volt)
Pada tahun 1850 Swan mulai bekerja pada sebuah bola lampu menggunakan filamen kertas dikarbonisasi dalam bola kaca dievakuasi. Pada 1860 ia mampu menunjukkan perangkat kerja, dan memperoleh paten Inggris meliputi vakum parsial, karbon filamen lampu pijar. [Rujukan?] Namun, kurangnya vakum yang baik dan sumber listrik yang memadai mengakibatkan bola lampu tidak efisien dengan pendek seumur hidup.
Pada tahun 1875 Swan kembali untuk mempertimbangkan masalah bola lampu dengan bantuan sebuah vakum yang lebih baik dan benang berkarbonisasi sebagai filamen. Fitur yang paling signifikan dari lampu ditingkatkan Swan adalah bahwa ada sedikit oksigen sisa dalam tabung vakum untuk menyalakan filamen, sehingga memungkinkan filamen menyala hampir putih-panas tanpa terbakar. Namun, filamen-nya memiliki resistensi yang rendah, sehingga perlu kabel tembaga yang berat untuk memasok itu.
Swan publik pertama menunjukkan lampu pijar karbon di sebuah kuliah bagi Newcastle upon Tyne Chemical Society pada 18 Desember 1878. Namun setelah terbakar dengan cahaya terang untuk beberapa menit di laboratorium nya, lampu rusak karena arus yang berlebihan. Pada 17 Januari 1879 kuliah ini berhasil diulang dengan lampu yang ditunjukkan dalam operasi yang sebenarnya, Swan telah memecahkan masalah penerangan listrik pijar dengan menggunakan lampu vakum. Pada tanggal 3 Februari 1879 ia secara terbuka menunjukkan lampu bekerja untuk penonton lebih dari tujuh ratus orang di ruang kuliah Masyarakat Sastra dan Filsafat dari Newcastle upon Tyne, Sir William Armstrong memimpin. Swan mengalihkan perhatiannya untuk memproduksi filamen karbon lebih baik dan cara melampirkan ujung-ujungnya. Dia menemukan metode pengobatan kapas untuk menghasilkan "benang parchmentised" dan memperoleh Paten Inggris 4933 pada tanggal 27 November 1880.  Sejak saat itu ia mulai memasang lampu di rumah-rumah dan tempat-tempat di Inggris. Rumahnya, Underhill pada Kells Lane di Low Fell, Gateshead, adalah lampu pertama yang bekerja di dunia cahaya diinstal. The Lit & Phil Perpustakaan di Westgate Road, Newcastle, adalah ruang publik pertama diterangi oleh lampu listrik selama kuliah oleh Swan pada tanggal 20 Oktober 1880. Pada tahun 1881 ia mendirikan perusahaan sendiri, The Swan Listrik Light Company,  dan mulai produksi komersial .
The Savoy, sebuah teater state-of-the-art di Kota Westminster, London, adalah bangunan publik pertama di dunia dinyalakan seluruhnya oleh listrik. Swan disediakan sekitar 1.200 lampu pijar, didukung oleh 88,3 kW (120hp ) generator pada lahan terbuka dekat teater Pembangun dari Savoy, Richard D'Oyly Carte, menjelaskan mengapa ia memperkenalkan lampu listrik Swan:. "Kelemahan terbesar untuk menikmati pertunjukan teater adalah, tidak diragukan lagi , udara busuk dan panas yang menyerap semua bioskop. Seperti semua orang tahu, setiap gas-burner mengkonsumsi oksigen sebanyak banyak orang, dan menyebabkan panas yang luar biasa di samping The lampu pijar mengkonsumsi oksigen,. dan tidak menyebabkan panas kentara. "generator pertama terbukti terlalu kecil untuk menyalakan seluruh bangunan, dan meskipun seluruh front-of-house elektrik menyala, panggung itu diterangi oleh gas hingga 28 Desember 1881. Pada kinerja yang, Carte melangkah di atas panggung dan memecahkan bola lampu menyala sebelum penonton untuk menunjukkan keamanan teknologi baru Swan. Pada tanggal 29 Desember 1881, The Times menggambarkan penerangan listrik sebagai superior, visual, untuk lampu gas
Kediaman pribadi pertama, selain penemu, diterangi oleh lampu pijar yang baru adalah bahwa dari temannya, Sir William Armstrong, di Cragside, dekat Rothbury, Northumberland. Swan pribadi diawasi instalasi sana pada bulan Desember 1880. Swan telah membentuk 'The Swan Electric Light Company Ltd' dengan sebuah pabrik di Benwell, Newcastle, dan telah mendirikan pembuatan komersial pertama dari bola lampu pijar pada awal 1881.
Kapal pertama yang menggunakan penemuan Swan adalah The City of Richmond, yang dimiliki oleh 'Jalur Inman'. Dia dilengkapi dengan lampu pijar pada bulan Juni 1881. The Royal Navy juga memperkenalkan mereka ke kapal mereka setelah dengan tidak fleksibel HMS memiliki lampu baru dipasang pada tahun yang sama .

Edison Kolaborasi
Kopling umum nama Swan dengan yang dari Edison sehubungan dengan lampu pijar listrik sering menyebabkan gagasan bahwa Swan berkolaborasi dengan Edison dalam penemuan ini. Itu tidak begitu. Pekerjaan mereka adalah benar-benar independen, dan meskipun masing-masing tahu yang lain bekerja pada masalah merancang lampu praktis, mereka tidak bertemu atau berkomunikasi dengan satu sama lain. Gabungan dari nama mereka muncul pada tahun 1883 ketika dua perusahaan bersaing bergabung untuk mengeksploitasi baik Swan dan penemuan Edison.
Di Amerika, Edison telah bekerja pada salinan dari bola cahaya asli dipatenkan oleh Swan, mencoba untuk membuat mereka lebih efisien. Meskipun Swan telah mengalahkan dia untuk tujuan ini, Edison memperoleh paten di Amerika untuk salinan yang cukup langsung dari cahaya Swan, dan mulai kampanye iklan yang menyatakan bahwa ia adalah penemu nyata. Swan, yang kurang tertarik dalam membuat uang dari penemuan, sepakat bahwa Edison bisa menjual lampu di Amerika sementara ia mempertahankan hak di Inggris.
Sementara mencari filamen bola lampu yang lebih baik untuk itu, Swan sengaja membuat muka lain. Pada tahun 1881 ia mengembangkan dan mematenkan proses untuk memeras nitro-selulosa melalui lubang-lubang untuk membentuk serat melakukan. Perusahaannya baru didirikan (yang oleh merger akhirnya menjadi Edison dan Swan Perusahaan Amerika) digunakan filamen selulosa Swan dalam lampu mereka. Industri tekstil juga telah menggunakan proses ini.

Ediswan

Pada tahun 1883 Edison & Swan Serikat Perusahaan Listrik Cahaya didirikan. Umum dikenal sebagai Ediswan, perusahaan menjual lampu dibuat dengan filamen selulosa yang Swan telah ditemukan pada tahun 1881. Variasi dari filamen selulosa menjadi standar industri, kecuali dengan Perusahaan Edison. Edison terus menggunakan filamen bambu sampai 1892 merger menciptakan Edison General Electric, dan perusahaan yang kemudian bergeser ke selulosa.

Pada tahun 1886 Ediswan memindahkan produksinya ke pabrik goni mantan merenungkan End, London Utara [19] Pada tahun 1916 Ediswan mendirikan radio pertama Inggris pabrik katup termionik di merenungkan. Akhir. Daerah ini, dengan Brimsdown terdekat kemudian dikembangkan sebagai pusat untuk pembuatan katup termionik, tabung sinar katoda, dll dan bagian terdekat dari Enfield menjadi pusat penting dari industri elektronik untuk sebagian besar abad ke-20. Ediswan menjadi bagian dari British Thomson-Houston dan Associated Listrik Industri (AEI) pada akhir tahun 1920. 

Fotografi

Ketika bekerja dengan pelat fotografi basah, Swan melihat bahwa panas meningkatkan kepekaan emulsi perak bromida. Pada 1871 ia telah merancang sebuah metode yang menggunakan pelat kering dan mengganti nitro-selulosa plastik untuk piring kaca, sehingga memulai usia kenyamanan dalam fotografi. Delapan tahun kemudian ia dipatenkan kertas bromida, perkembangan yang masih digunakan untuk hitam-putih cetakan foto.

Akhir Hayatnya
Pada tahun 1894 Swan terpilih sebagai Fellow dari Royal Society. Pada tahun 1904 dia mendapatkan gelar bangsawan, dianugerahi Medali Hughes Royal Society, dan membuat anggota kehormatan dari Masyarakat Farmasi. Swan meninggal pada tahun 1914 di Warlingham di Surrey.
Pada tahun 1945 Perusahaan Listrik London memperingati Swan dengan penamaan baru 1.554 GRT pesisir collier SS Sir Joseph Swan.
Sir Joseph Wilson Swan,Seorang Inggris Ahli Fisika Dan Kimia. Dialah Sebenarnya Sang Pencipta Lampu Pertama Kali Sebelum Thomas A. Edison Menciptakan Bola Lampu-nya

Sejarah Penemuan:
Pada tahun 1850 Swan mulai bekerja pada sebuah bola lampu menggunakan filamen kertas dikarbonisasi dalam bola kaca dievakuasi. Pada 1860 ia mampu menunjukkan perangkat kerja, dan memperoleh hak paten Inggris yang meliputi sebagian vakum , karbon filamen lampu pijar. Namun, kurangnya vakum yang baik dan sumber listrik yang memadai mengakibatkan bola lampu tidak efisien dengan umur hidup yang pendek.
Lima belas tahun kemudian, pada tahun 1875, Swan kembali untuk mempertimbangkan masalah bola lampu dengan bantuan sebuah vakum yang lebih baik dan benang berkarbonisasi sebagai filamen. Fitur yang signifikan sebagian besar perbaikan lampu Swan adalah bahwa ada sedikit sisa oksigen dalam vakum tabung untuk menyalakan filamen, sehingga memungkinkan filamen menyala hampir putih-panas tanpa terbakar. Namun, filamen-nya memiliki ketahanan yang rendah, sehingga perlu kabel tembaga yang berat untuk memasok itu. 
Swan menerima paten Inggris untuk perangkat-nya pada tahun 1878, sekitar satu tahun sebelum Thomas Edison . Swan telah melaporkan keberhasilan kepada Newcastle Chemical Society dan pada kuliah di Sunderland Technical College Februari 1879 dia memperlihatkan sebuah lampu kerja. Swan mengalihkan perhatiannya untuk memproduksi filamen karbon lebih baik dan sarana melampirkan ujung-ujungnya. Ia merancang suatu metode pengobatan kapas untuk menghasilkan "benang parchmentised" dan memperoleh Paten Inggris 4933 pada tahun 1880. Dari tahun ini dia mulai memasang lampu di rumah-rumah dan tempat-tempat di Inggris. Rumahnya Underhill pada Kells Lane di Low Fell , Gateshead adalah yang pertama di dunia yang memiliki kerja bola lampu terpasang. Pada tahun 1881 ia memulai perusahaannya sendiri, The Swan Lamp Electric Company, dan mulai produksi komersial. 
The Savoy , sebuah state-of-the-art teater di Kota Westminister , London, merupakan bangunan publik pertama di dunia yang akan menyala sepenuhnya oleh listrik. Joseph Swan memasok 1.200 lampu pijar tentang, dan lampu yang didukung oleh 120 HP (Horse Power) generator di tanah terbuka di dekat teater. Para pembangun dari Savoy, Richard D'Oyly Carte , menjelaskan mengapa ia memperkenalkan listrik cahaya's Swan: "Kekurangan terbesar terhadap penikmatan pertunjukan teater ini, tidak diragukan lagi, udara busuk dan panas yang meliputi seluruh bioskop,. Seperti semua orang tahu setiap gas-burner mengkonsumsi seperti oksigen sebanyak banyak orang, dan menyebabkan panas yang besar di samping. Lampu pijar mengkonsumsi oksigen tidak ada, dan tidak menimbulkan panas jelas ". Pertama generator terbukti terlalu kecil untuk kekuatan seluruh bangunan, dan meskipun-seluruh depan rumah itu elektrik menyala, panggung itu diterangi dengan gas sampai dengan 28 Desember 1881. Pada kinerja itu, Carte menginjak panggung dan memecahkan bola lampu menyala sebelum penonton untuk mendemonstrasikan teknologi keamanan baru's Swan.

Sumber : www.wikipedia.org, www.jurukunci.net